Senin, 16 November 2009

bahasa indonesia

Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia ialah bahasa rasmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disebut dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. walau pun begitu, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibunda karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia.
Bahasa Indonesia diresmikan pada tahun 1945 sewaktu Indonesia mencapai kemerdekaan daripada pihak Belanda. Bahasa Indonesia adalah bahasa dinamik yang terus menyerap kata-kata daripada bahasa-bahasa asing. Berasal daripada rumpun yang sama, Bahasa Indonesia adalah sebuah loghat bahasa Melayu yang terpiawai, dan kedua-duanya cukup sama. Fonologi dan tatabahasa bahasa Indonesia cukuplah mudah, dan dasar-dasar penting untuk komunikasi asas dapat dipelajari hanya dalam tempoh masa beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar untuk pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia.

Menurut Anton M. Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, 1980), berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaliknya, mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Sebagian ahli mengatakan bahwa Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan. Suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain
suatu kesatuan sistem makna. Suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna. suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan, kalimat, dan lain-lain.). suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.
Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan[1] Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik.
Menetapkan perbedaan utama antara bahasa manusia satu dan yang lainnya sering amat sukar. Chomsky (1986) membuktikan bahwa sebagian dialek Jerman hampir serupa dengan bahasa Belanda dan tidaklah terlalu berbeda sehingga tidak mudah dikenali sebagai bahasa lain, khususnya Jerman.

Bulan Oktober memiliki arti penting dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Sejak 80 tahun yang lalu, tepatnya 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia diikrarkan sebagai “bahasa persatuan.” Dan, selanjutnya, menjadi bahasa negara sejak ditetapkannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945.Pada sekitar 1990, slogan Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar sangat akrab bagi pemerhati bahasa Indonesia. Meskipun sebuah slogan, maksud ungkapan tersebut sarat dengan muatan “keprihatinan” tentang kedisiplinan penutur bahasa Indonesia yang kurang menaati norma baik dan benar.

Sejarah bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dikembangkan daripada salah satu loghat bahasa Melayu yang telah digunakan sebagai lingua franca untuk kepulauan Indonesia selama berabad-abad. Bahasa Melayu ialah bahasa Austronesia atau Melayu-Polinesia.
Bahasa perdagangan
Penyebutan pertama istilah "Bahasa Melayu" terjadi pada tempoh 683-686. Sebutan ini dapat dilihat di Musium Jakarta pada terjemahan inskripsi yang ditemukan di Palembang dan Bangka.
Inskripsi ini ditulis dengan huruf Sanskrit atas perintah Raja Sriwijaya. Kerajaan kelautannya berkembang luas. Pada masa itu, daerah perdagangan Selat Melaka, yang merupakan pintu antara China dan India, sudah terbentuk sebuah bahasa yang serupa dengan Bahasa Melayu.
Kebanyakan perbendaharaan bahasa Melayu ini berhubungan dengan perdagangan dan tatabahasanya serupa dengan "Melayu Pasar". Dari sinilah kemudian Bahasa Melayu dipiawaikan.
Melayu Klasik
Dari era Melayu Kuno, muncullah era Melayu Klasik. Dokumentasi yang ada tidak dapat menjelaskan dengan perinci hubungan antara kedua-duanya. Namun yang pasti, bahasa Melayu kuno berasal daripada kebudayaan Buddha serta Melayu klasik, dan akhirnya menjadi bahasa yang digunakan dalam kebudayaan Islam.
Seiring dengan perkembangan agama Islam yang dimulakan dari Aceh pada abad ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sehingga tahap kenyataan "Masuk Melayu" berarti "masuk agama Islam".
Bahasa Indonesia
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan). Pada waktu itu, belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibunda. Biasanya, bahasa daerah masih digunakan (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360 bahasa).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda, iaitu pada 28 Oktober 1928. Pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Prof. Mohammad Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia selepas kemerdekaan. Beliau memilih Bahasa Indonesia yang didasarkan daripada Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dijadikan sebagai bahasa persatuan Republik Indonesia dengan beberapa pertimbangan:
Apabila Bahasa Jawa digunakan, suku suku/puak puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh Jawa, yang merupakan puak majoriti Republik Indonesia.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan bahasa melayu. Ada bahasa halus, biasa, dan kasar, yang mana dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila kurang memahami budaya Jawa, boleh menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan misalnya Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku / puak Melayu berasal dari Riau, Sultan Melaka yang terakhirpun lari ke Riau setelah Melaka direbut Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Cina Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
Pengguna bahasa melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Di tahun 1945, pengguna bahasa melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara negara tetangga di Asia Tenggara.
Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian dipiawaikan lagi dengan tatabahasa, dan kamus piawai juga diciptakan. Hal ini dilakukan pada zaman jepang.

Penyempurnaan ejaan
Pada awalnya, Bahasa Indonesia ditulis dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan Belanda. Selepas tahun 1972, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dicadangkan. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia semakin distandardkan.
Sebelum 1972 Sejak 1972
Indonesia Malaysia
Tj Ch C
Dj J J
Ch Kh Kh
Nj Ny Ny
Sj Sh Sy
J Y Y
Oe* U U
Catatan: Pada tahun 1947, "oe" sudah digantikan dengan "u".

Pengaruh terhadap perbendaharaan kata
Terdapat empat tempo yang penting terhadap hubungan kebudayaan Indonesia dengan dunia luar yang meninggalkan jejak pada perbendaharaan kata Bahasa Indonesia.
Hindu (abad ke-6 hingga abad ke-15)
Sejumlah besar kata berasal daripada bahasa Sanskerta Indo-Eropah. Contoh: pura, kepala, mantra, cinta, kaca.
Islam (sejak abad ke-13)
Dalam tempoh ini diambillah sejumlah besar kata-kata daripada bahasa Arab dan bahasa Parsi. Contoh: masjid, kalbu, kitab, kursi, doa, khusus, maaf, selamat.
Kolonial
Pada tempoh ini, terdapat beberapa bahasa yang diambil, di antaranya:
bahasa Portugis: gereja, sepatu, sabun, meja, jendela
bahasa Belanda: asbak, kantor, polisi, kualitas.
Selepas penjajahan dan sejak kemerdekaan, banyak kata yang diambil berasal dari bahasa Inggeris. Contoh: konsumen, isu. Dan lalu ada juga Neo-Sanskerta, iaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sanskerta. Contoh: dasawarsa, lokakarya, tunasusila.
Selain daripada itu, bahasa Indonesia juga meminjam perbendaharaan katanya dari bahasa Cina. Contoh: pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke).
Ciri-ciri lain daripada Bahasa Indonesia sezaman adalah kesukaannya menggunakan akronim dan singkatan.
Pengelasan
Indonesia termasuk orang-orang daripada subkumpulan Melayu-Polinesia Timur yang bertutur dalam Bahasa Melayu-Polinesia Timur, iaitu suatu cabang bahasa Austronesia. Menurut tapak Ethnologue, bahasa Indonesia diasaskan daripada bahasa Melayu loghat Riau yang ditutur di timur laut Sumatera.
Taburan geografi
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di kawasan bandar seperti ibu negara Jakarta yang menggunakan Bahasa Indonesia serta loghat Jakarta.
Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih formal, dan sering kali terselip loghat-loghat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan orang sedaerah, bahasa daerah kekadang digunakan sebagai ganti untuk bahasa Indonesia.
Taraf resmi
Bahasa Indonesia ialah bahasa rasmi Republik Indonesia.
Bunyi
Bahasa Indonesia mempunyai enam vokal: a, e, i, o, u,. Konsonannya terdiri daripada p, b, t, f,v,s,y,z,d, k, g, v, j, h, n g, n y, m, n, s, w, l, d.
Pengejaan bahasa Indonesia hampir sama dengan bahasa Itali. Sebagai contoh, "t" dibunyikan lebih maju daripada bahasa Inggris (bunyinya kira-kira antara huruf "t" dan "th"). Vokalnya juga hampir sama.

Tatabahasa
Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak banyak menggunakan kata yang membedakan jenis kelamin. Sebagai contoh, kata ganti seperti "dia" tidak khusus menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai contohnya. Untuk menentukan jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, umpamanya "adik laki-laki".
Ada juga kata yang membedakan jantina, umpamanya "putri" dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya dipinjam daripada bahasa lain (pada teks di atas, kedua-dua kata itu dipinjam daripada bahasa Sanskerta melalui loghat Jawa kuno.
Kata gandaan digunakan untuk mengubah sepatah kata nama menjadi bentuk jamak, tetapi hanya jika jumlah benda itu tidak nyata daripada konteksnya. Sebagai contoh, "seribu orang" digunakan, dan bukannya "seribu orang-orang". Kata gandaan juga mempunyai banyak kegunaan yang lain, tidak terbatas pada kata nama.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, iaitu "kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang bererti tidak termasuk orang yang dilawan berbicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti perangkum yang bererti orang yang berbicara serta sekalian yang hadir, yaitu termasuk orang yang dilawan bercakap.
Susunan kata dasar adalah Subjek - Predikat - Objek (SPO), walaupun susunan kata yang lain juga mungkin. Berbeda dengan bahasa Inggris, kata kerja tidak dipengaruh oleh bilangan subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak menggunakan waktu. Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan seperti "kemarin" atau "besok", atau penunjuk lain seperti "sudah" atau "belum".
Dengan tatabahasa yang cukup sederhana, bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.

Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.

Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri. Bahasa isyarat akan dibahas pada artikel lain di situs organisasi.org ini.


Bahasa yang baik dan benar itu memiliki empat fungi :
(1) fungsi pemersatu kebhinnekaan rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas kedaerahan;
(2) fungsi penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain;
(3) fungsi pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan yang terpelajar; dan
(4) fungsi sebagai kerangka acuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa.

Keempat fungsi bahasa yang baik dan benar itu bertalian erat dengan tiga macam batin penutur bahasa sebagai berikut:

(1) fungsinya sebagai pemersatu dan sebagai penanda kepribadian bangsa membangkitkan kesetiaan orang terhadap bahasa itu;
(2) fungsinya pembawa kewibawaan berkaitan dengan sikap kebangsaan orang karena mampu beragam bahasa itu; dan
(3) fungsi sebagai kerangka acuan berhubungan dengan kesadaran orang akan adanya aturan yang baku layak diatuhi agar ia jangan terkena sanksi sosial.
Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah menggunakan bahasa Indonesia yang memenuhi norma baik dan benar bahasa Indonesia. Norma yang dimaksud adalah “ketentuan” bahasa Indonesia, misalnya tata bahasa, ejaan, kalimat, dsb.

Sebelum sampai pada pembahasan Bahasa Indonesia yang benar dan baik, terlebih dahulu kita perlu tahu bagaimana standar resmi pembakuan Bahasa Indonesia. Jika bahasa sudah memiliki baku atau standar yang sudah disepakati dan diresmikan oleh negara atau pemerintah, barulah dapat dibedakan antara pemakaian bahasa yang benar dan tidak
Seperti yang ditulis di buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Depdiknas) tahun 1988, pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar atau betul.
Bahasa sebagai salah satu sarana komunikasi antar sesama manusia tentunya bertujuan agar dapat dimengerti oleh manusia lainnya. Meskipun berbicara dalam satu bahasa yang sama, dalam hal ini Bahasa Indonesia, namun ragam bahasa yang dipakai tidaklah sama. Masing-masing kelompok menggunakan ragam yang berbeda.
“Orang yang mahir menggunakan bahasanya sehingga maksud hatinya mencapai sasarannya, apa pun jenisnya itu, dianggap berbahasa dengan efektif. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu beragam baku” (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, halaman 19).
Jadi jika kita berbahasa benar belum tentu baik untuk mencapai sasarannya, begitu juga sebaliknya, jika kita berbahasa baik belum tentu harus benar, kata benar dalam hal ini mengacu kepada bahasa baku. Contohnya jika kita melarang seorang anak kecil naik ke atas meja, “Hayo adek, nggak boleh naik meja, nanti jatuh!” Akan terdengar lucu jika kita menggunakan bahasa baku, “Adik tidak boleh naik ke atas meja, karena nanti engkau bisa jatuh!”
Untuk itu ada baiknya kita tetap harus selalu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, yang berarti “pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebaliknya mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran” (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, halaman 20).
Kalau kita cermati kutipan-kutipan di atas tentang apa itu bahasa Indonesia yang baik dan benar, erat sekali hubungannya dengan ragam bahasa. Berarti untuk lebih memahaminya kita juga perlu tahu apa saja ragam bahasa yang ada di dalam bahasa Indonesia. Sepertinya perlu pembahasan tersendiri mengenai hal itu. Jadi yang penting dalam masalah “yang baik dan benar” kali ini adalah kita tetap berbahasa sesuai keadaan, situasi, dengan siapa kita berbicara, dan untuk tujuan apa kita berbahasa.

Pembentukan Kata-kata Bahasa Indonesia
Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini. Untuk mempersingkat dan memperjelas pembahasannya, penulis menggunakan kata-kata yang tidak bersifat gramatikal atau teknis untuk menjelaskan kata-kata tersebut sebanyak mungkin. penulis tidak membahas tentang infiks (sisipan yang jarang digunakan), reduplikasi dan kata-kata majemuk yang berafiks.



Definisi Istilah
kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.

afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan konfiks.

prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.

sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.

konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.

kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan.

keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.

Afiks Bahasa Indonesia yang Umum
prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
sufiks: -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya
konfiks: ke - an, ber - an, pe - an, peng - an, peny - an, pem - an, per - an, se - nya

Penggunaan Afiks
Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan kunci untuk memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca teks Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat mengerti makna sebagian besar kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu dengan menggunakan kaidah umum untuk masing-masing jenis afiks.
Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita dapat menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam mengklasifikasikan jenis kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami menggunakan kaidah pengklasifikasian kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Kedua - 1991) yang disusun dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Penjelasan di bawah adalah untuk menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan) kepada kata dasar, bukan untuk menjelaskan bilamana afiks digunakan. Dalam kamus ini tidak diuraikan tentang asal kata dasar (etimologi). Perlu diperhatikan bahwa penjelasan di bawah ini lebih berhubungan dengan perbuatan (aksi) dalam suatu kalimat - siapa yang melakukan aksi itu, hasil perbuatan, arah perbuatan atau tindakan dan apakah tindakan itu merupakan fokus utama dalam kalimat atau bukan.

Frekuensi Penggunaan Afiks

Pada tahun 1998, secara tidak formal, para ahli menganalisis 10.000 kata Bahasa Indonesia dari terbitan yang umum di Indonesia. Dari 10.000 kata tersebut, terdapat 2.887 atau kira-kira 29% kata berafiks dan 7.113 atau 71% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 100 kata di surat kabar atau majalah, Anda mungkin dapat menemukan 29 kata yang berafiks dan 71 kata tidak berafiks. Tingkat penggunaan masing-masing afiks diuraikan di bawah ini.

Aplikasi Afiks
ber- : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks "ber-" adalah untuk menunjukkan bahwa subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak verba dengan afiks "ber-" mempunyai kata yang sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.

me-, meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini membentuk verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat adalah pelaku, bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki salah satu dari prefiks ini.
di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks "me-." Prefiks "me-" menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks "di-" menunjukkan tindakan pasif, di mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.
pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.

ter- : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.
(1) Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif. (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah)
(2) Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam kalimat adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.

se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah sebagai berikut:
1. untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa Inggris)
2. untuk menyatakan seluruh atau segenap
3. untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan
4. untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama atau menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu

-an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

-i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan perulangan, pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau obyek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat pengaruh dari perbuatan tersebut . Sufiks ini pun menunjukkan di mana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

-kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab, proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke bagian lain dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.
-kah : menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.

-lah : sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.

ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:
1. membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar
2. membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal
3. membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan
4. membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan
.
pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.

per-an : menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik. Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.

se - nya : Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).

-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini. contoh: biasanya = usually; rupanya = apparently

-nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.
Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk (bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan majalah berita.



KESIMPULAN

Bahasa Indonesia diresmikan pada tahun 1945 sewaktu Indonesia mencapai kemerdekaan daripada pihak Belanda. Bahasa Indonesia adalah bahasa dinamik yang terus menyerap kata-kata daripada bahasa-bahasa asing. Berasal daripada rumpun yang sama, Bahasa Indonesia adalah sebuah loghat bahasa Melayu yang terpiawai, dan kedua-duanya cukup sama. Fonologi dan tatabahasa bahasa Indonesia cukuplah mudah, dan dasar-dasar penting untuk komunikasi asas dapat dipelajari hanya dalam tempoh masa beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar untuk pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia.





















SARAN

Sebagai masyarakat Indonesia yang cinta Negara Indonesia marilah kita mengunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan ejaan yang telah disempurnakan.


























DAFTAR PUSTAKA


www.dafiyoe.blogspot.com
www.google.com

Mahfud, Chairul. 2006. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Budaya Indonesia: Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia
Indonesia.