Rabu, 26 Januari 2011

Kesulitan Belajar.

A. Kesulitan Belajar.
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
7. Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
8. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
9. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
10. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa: (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.
1. Tujuan pendidikan
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.
2. Kedudukan dalam Kelompok
Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.
Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah, sehingga siswa mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat prestasi di bawah rata – rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.
3. Perbandingan antara potensi dan prestasi
Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut dengan istilah underachiever.
4. Kepribadian
Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.
B. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut
1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
• Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
• Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
• Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
• Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
• Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
4. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
6. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
• Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;
• Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
• Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:
• Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
• Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
• Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
• Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
• Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
• Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
• Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya
Sumber bacaan :
Abin Syamsuddin, (2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Prayitno dan Erman Anti, (1995), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : P2LPTK Depdikbud
Prayitno (2003), Panduan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(1995), Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Umum (SMU) Buku IV, Jakarta : IPBI
Winkel, W.S. (1991), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: Gramedia


























BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan individu yang sedang mengalami masa
pertumbuhan dan perkembangan..Perkembangan anak bersifat
holistik(menyeluruh) yang meliputi seluruh aspek perkembangan
anak.Setiap murid di Sekolah Dasar memiliki perbedaan antara satu
dengan lainnya, disamping persamaannya..Perbedaan tersebut meliputi
kapasitas intelektual, ketrampilan, motivasi, oersepsi, sikap, kemampuan,
minat, latar belakang kehidupan dalam keluarga dan lain-lain.Perbedaan
ini cenderung akan mengakibatkan adanya perbedaan pola dalam belajar.
Setiap murid baik dalam kecepatan maupun keberhasilan yang dicapai
murid itu sendiri.
Murid-murid datang ke sekolah dengan harapan agar dapat
mengikuti pendidikan dengan baik. Tetapi tidak demikian, ada berbagai
masalah yang mereka hadapi. Bersumber dari ketegangan karena tugastugas,
ketidakmampuan mengerjakan tugas, keinginan untuk bekerja
sebaik-baiknya tetapi tidak mampu, persaingan dengan teman, kemampuan
dasar intelektual yang kurang, motivasi belajar yang lemah, kurangnya
dukungan orang tua, guru yang kurang ramah dan lain-lain. Masalahmasalah
tersebut tidak selalu dapat doselesaikan dalam situasi belajarmengajar di kelas, melainkan memerlukan pelayanan secara khusus oleh
guru di luar situasi proses pembelajaran.
Kondisi tersebut merupakan fenomena yang perlu dikaji dalam
mendukung keberhasilan untuk pencapaian tujuan pembelajaran yang
optimal. Akan tetapi masih banyak ditemui jenis-jenis masalah belajar di
sekolah dasar seperti “keterlambatan akademik” dimana keadaan murid
yang diperkirakan memiliki intelegensi cukup tinggi, tapi tidak dapat
memanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis menulis judul “Bimbingan
Belajar Siswa di Sekolah Dasar Kelas IV Mata Pelajaran Matematika”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari bimbingan belajar?
2. Apa sajakah jenis-jenis masalah belajar di sekolah dasar?
3. Faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya masalah belajar
murid di SD pada mata pelajaran matematika?
4. Bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar dalam mata pelajaran
matematika?

C. Tujuan
Tujuan penyusunan tugas akhir ini adalah :
1. Untuk mengetahui bimbingan belajar di sekolah dasar.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis masalah belajar di sekolah dasar.
3. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya maalah belajar
murid di SD pada mata pelajaran matematika.
4. Untuk mengetahui cara mengatasi kesulitan belajar dalam mata
pelajaran matematika .
D. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dalam pembahasan tugas akhir ini,
adalah:
1. Menambah wawasan bagi penulis mengenai bimbingan belajar di
sekolah dasar.
2. Penulis dapat mengetahui jenis-jenis masalah belajar di sekolah dasar.
3. Penulis dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
masalah belajar di SD pada mata pelajaran matematika.
4. Mengetahui cara mengatasi kesulitan belajar dalam mata pelajaran
matematika.

















Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak Didik Dalam Belajar
Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak Didik Dalam Belajar
PEMBAHASAN
Pengertian Anak Didik
Anak didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu dalam kegiatan pendidikan anak. Anak didik menempati posisi sentral, sebab seluruh faktor yang terkait dengan pendidikan pada akhirnya harus diarahkan pada sasaran pokok, bagaimana mengembangkan anak didik menjadi manusia sempurna sesuai dengan yang dicita-citakan.
Mengingat posisi anak sangat penting dalam pendidikan, maka pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan khususnya guru perlu memahami hakekat anak didik agar dalam memberikan bimbingan tidak salah arah dan tidak bertentangan dengan kodrat anak.
Ciri-ciri khas anak didik :
a. anak didik bukan miniature orang dewasa, anak adalah anak dengan dunianya sendiri.
b. Perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor bawaan.
c. Anak berkembang mengikuti pola umum yang sama
d. Perkembangan anak bersifat continue
e. Perkembangan anak mengikuti fase-fase atau periode-periode tertentu
Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak Didik Dalam Belajar
Sebenarnya dunia pendidikan bukanlah tempat yang murni dari permasalahan, masih banyak faktor memacu yang membuat lingkungan sekolah tidak aman. Bukan saja karena eksistensi serta formalities yang tidak memadai namun yang paling dominan adalah faktor individual yang ditimbulkan oleh perbuatan siswa itu sendiri, sehingga lembaga-lembaga pendidikan yang dipercaya dapat mendidik siswa menjadi pihak utama yang harus bertanggung jawab atas kenakalan-kenakalan yang dilakukan baik yang disengaja maupun tidak.
Adapun beberapa hal yang mempengaruhi proses belajar siswa:
a. faktor keluarga
Sudah sewajarnya bahwa keluarga terutama orang tua memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan rasa kasih sayang, perasaan kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya secara alami tidak karena dipaksa atau dibuat-buat, begitu juga kasih sayang yang diberikan pada anaknya harus tulus dan ikhlas, namun suatu hal yang mengenal pikiran seiring dengan perkembangan zaman, banyak orang tua yang melupakan tanggung jawabnya, tujuan utama mereka bukan ingin mendidik anaknya menjadi orang sukses, tetapi lebih mementingkan charier demi kemashurannya dirinya, tidak ada perasaan saling menghargai antara suami istri, kehidupan rumah tangga hanyalah simbolis sehingga kebiasaan buruk yang sering kali terjadi adalah pertengkaran, dari hal inilah yang sangat mempengaruhi mental anak, seharusnya yang diembannya sebagai siswa menjadi tempat pengembangan dirinya dengan dukungan keluarga menjadi terbalik justru yang dicatat adalah ketidakwenangan, konsentrasi belajar buyer, hidupnya berantakan, itu semua gara-gara keadaan keluarga yang tidak harmonis dan tenteram sehingga anak kekurangan kasih sayang dan perhatian dari orang tua karena anak butuh dukungan dalam belajar, setidaknya ketika dalam belajar ada orang tua disamping nya dengan serta menemani dan membimbing sehingga hasilnya dapat dirasakan jika anak mendapatkan perhatian penuh dari orang tua.
b. faktor lingkungan
kehidupan masyarakat juga berpengaruh pada konsentrasi belajar anak, karena kondisi yang tidak memungkinkan dapat memperburuk keadaan terutama bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Kehidupan sosial merupakan kebutuhan utama masyarakat untuk saling berinteraksi, saling menghargai dan menyayangi dan untuk mengenal sosial, namun kehidupan tidak akan selamanya melahirkan dampak positif pasti ada sisi negatif yang tidak dapat kita pungkiri terutama bagi siswa yang masih mengenyam pendidikan sekolah, jika faktor lingkungannya bagus dan masih menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan, maka keberadaan status sebagai siswa dapat dihargai dan mendapat dukungan penuh juga memiliki banyak kesempatan untuk mengaplikasikan kemampuan serta kelebihan yang dimiliki siswa lebih tenang untuk belajar, karena tidak ada pengaruh-pengaruh lingkungan negatif. Sebaliknya jika lingkungan rusak maka ini menjadi suatu kekhawatiran siswa sehingga siswa tidak bisa menjalankan rutinitas belajarnya dengan tenang, setiap saat ada masalah yang ditimbulkan dari masyarakat yang tidak senang yang berusaha memprofokatori siswa agar terjerumus kedalam lingkungan yang tidak sehat. Faktor lingkungan ini begitu besar pengaruhnya yang dapat menimbulkan kesenjangan status sosial.
Pergaulan remaja
Sebagai manusia remaja mempunyai berbagai macam kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi dan merupakan pola sumber dari pada timbulnya berbagai masalah didalam dirinya terutama dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Remaja tidak akan pernah bisa menghindari dengan yang namanya pergaulan bebas apalagi remaja yang masih duduk di bangku sekolah. Interaksi sosial yang begitupun kental sesama siswa menimbulkan satu ikatan yang tidak dapat dipisahkan bagi persahabatan apapun dilakukan walaupun harus mengorbankan harga dirinya. Hal ini cenderung dilakukan karena ada sesuatu yang mendorong dan akhirnya berdampak negatif, jika siswa sudah terjerumus kedalam pergaulan bebas, maka sekolah nya akan berantakan, konsentrasi belajar tidak konsisten, cenderung melakukan hal-hal yang membuat dirinya senang, otomatis bangku sekolah bukanlah sesuatu yang menyenangkan lagi hanya dijadikan sebagai retinitis setiap hari, siswa lebih suka berhura-hura demi memuaskan diri tetapi merugikan dalam proses belajar serta hanya menuruti keinginan hawa nafsunya.
Faktor-faktor ketiganya di atas
yang sangat dominan menjadi salah satu pemicu yang sangat berpengaruh pada psikis anak.
KESIMPULAN
Dari beberapa pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Anak didik adalah proses semua anggota masyarakat yang punya keinginan dan berusaha untuk mengembangkan diri dari yang tidak tahu menjadi tahu dan merubah diri dari kelakuan yang tidak baik menjadi baik dan lebih baik lagi dari sebelumnya di jenjang atau lembaga-lembaga pendidikan tertentu.
Dalam proses belajar anak didik tidaklah berjalan dengan semestinya, akan tetapi rintangan, halangan dan gejala-gejala yang dapat memperlambat menjadi kendala dalam suksesnya anak didik dalam upaya mengembangkan diri. Masalah-masalah yang paling mempengaruhi dalam belajar anak didik yaitu adanya faktor keluarga yang tidak harmonis, faktor lingkungan yang tidak mendukung, serta pergaulan remaja yang menyimpang dari norma-
norma masyarakat dan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanx ja ya